Ingin Merasakan Cinta Itu Lagi (Bag. 1)

Di garis ini aku berdiri. Garis yang memisahkan kenyataan dan kesemuan makna. Garis yang senantiasa ada, meski kadang lenyap tertelan gelombang. Ah, ombak di tepi pantai hari ini tidak setenang biasanya! Sekejap lalu baru saja kulihat laut nampak tenang, berhiaskan butir-butir pasir putih di sepanjang tepiannya. Tapi kenapa kini desirannya semakin kencang? Loncatan-loncatan kecil air laut itu, seolah makin menghanyutkanku dalam kontemplasi yang tak berirama ini.


Selaksa peristiwa telah terlewati di usiaku yang sudah bukan remaja lagi. Terenyuh hati saat aku terfikir tentang semua kenangan indah, berharap semuanya bisa terulang lagi. Tersiksa batinku saat teringat atas segala kesalahan di masa silam, berdoa agar ada sedikit kemurahan dan maaf dari Sang Maha Pemilik masa, yang senantiasa Terjaga dan Tidak Pernah Terlelap (sungguh kekekalan hanyalah milik-Mu ya, Allah).


"Fa in lam taqtha'haa qath'aka"
(Waktu laksana pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya maka ia akan menebasmu)


Di detik ini aku terdiam, teringat peribahasa yang terucap penuh makna di atas. Terbayang kembali kenangan-kenangan indah bersamamu. Saat itu, ingin sekali rasanya dapat kuhentikan waktu. Biar, biarlah kunikmati indahnya cinta ini! Oh.. Tapi tidak, itu tidak mungkin.. Karena waktu terus berjalan. Tidak ada pilihan untuk berhenti, kecuali ingin tertebas olehnya.


Apakah aku salah jika aku ingin selalu bersamamu? Padahal aku hanya ingin berada di dekatmu, mendengarkan ceritamu lagi, melihat senyum tulus itu, serta canda-tawa yang sering mewarnai hari-hari kita. Di setiap akhir dari perjumpaan kita, lirih hati ini sebenarnya ingin mengucapkan kata, "Tuhan, adakah sedikit waktu tambahan lagi untuk kita? Adakah??! Aku masih ingin berlama-lama dalam kemesraan ini..."


Ah, pasti aku tengah berkhayal jika mengharapkannya membaca tulisan ini, betapa pun sebenarnya aku rindu. Kesalahan yang kubuat mungkin sudah terlalu besar, menoreh luka yang tak kunjung sembuh. Aku sadar itu, tapi haruskah aku merasakan ini? Merasakan rasa kekhawatiran dalam setiap perjumpaan, cemas dan takut, kalau ini adalah perjumpaan terakhirku denganmu. Apa artinya rasa itu semua?


Memang satu-satunya yang tidak berubah adalah perubahan, tapi haruskah? Haruskah rasa cinta ini berubah saat kita tak dapat bertemu sesering dulu? Haruskah semua ini tergantikan saat luka menghapus suka? Adakah maaf dan rasa yang dulu kembali lagi?
Kenapa? Atau, mungkinkah, rasa itu memang tidak pernah tercipta untukku, bahkan jauh sebelum ini?


Kamu, sahabat-sahabat terbaikku... Ingatlah hari dimana kita saling nasihat-menasihati di forum yang Allah menyaksikannya dengan penuh cinta. Ingatlah hari saat kita tersenyum bersama atas kebahagiaan salah satu dari kita, menangis bersama saat ujian Allah yang sangat berat menimpa salah satu dari kita, saat kandungan doa Rabithah menjadi harapan yang tercipta dari bertemunya kita. Itu adalah kebahagiaan yang tak ternilai di hatiku, sungguh... Meski aku malu untuk mengatakannya. Meski kadang aku menyembunyikannya.


Hmmmh.. Kini semuanya tampak berbeda. Rangkaian waktu telah mengantarkan kita jauh melangkah, melintasi ruang dan waktu. Memang, adalah keniscayaan bahwa dalam setiap permulaan, akan ada akhirnya, dan aku percaya itu.


Jika ini harus menjadi akhir, aku hanya mohon padamu, sahabat-sahabat terbaikku, tolong doakan aku. Doakan seseorang yang pernah menjadi bagian dari kalian ini dapat selalu istiqomah. Bisa mendapatkan sahabat-sahabat sebaik kalian, di tempat yang berbeda, dan di waktu yang berbeda. Karena aku rindu bisa merasakan kembali indahnya kebersamaan dalam cinta karena-Nya.

0 comments:

Copyright © 2008 - Goresan Waktu - is proudly powered by Blogger
Blogger Template