Dikotomi dalam menggapai Comfort Zone

Dalam sebuah perbincangan singkat dengan tetangga kost, aku berusaha menginggat kembali, kapan terakhir kali aku mendengar istilah yang diucapkannya, istilah comfort zone. Istilah itu seolah mampu membawaku kembali melintasi ruang dan waktu di alam fikirku untuk kembali suatu masa. Di saat-saat aku duduk di satu bangku, di sebuah ruang dengan whiteboard di bagian depan ruangan dan sebuah meja dilengkapi oleh PC di sudut kirinya dengan canda tawa dan argumen-argumen intelek teman-teman sejawat yang menghiasi hari-hariku. Ya, ruanganku semasa kuliah S1. Lalu terngiang kembali perkataan dari dosen yang pernah mengajarku, ”Nanti kalau sudah berkarir atau memasuki dunia kerja, kita akan selalu dihadapkan oleh banyak hal, termasuk hal-hal yang mampu membawa kita ke comfort zone...”

Comfort zone, atau yang juga bisa diartikan sebagai zona nyaman dalam suatu kondisi, menurutku memiliki dikotomi tujuan dalam pencapaiannya. Dikotomi antara comfort zone yang perlu digapai dengan comfort zone yang lebih baik jika dihindari. Comfort zone digapai ketika keberadaanku pada kondisi tersebut mendatangkan manfaat yang besar dan menjauhkan diri dari kemudharatan, namun akan kuhindari jika berada pada comfort zone justru mematikan kemampuan diri dan peluang untuk menjadi insan yang lebih baik.

Seolah masih gamang dengan posisiku pada zona ini, aku mulai mencoba bertanya kepada diri sendiri, sudahkan aku berada dalam comfort zone? Jika iya, apa yang harus aku lakukan pada kondisi tersebut?
Hmm.. Entahlah, aku rasa jawaban terbaik atas pertanyaan-pertanyaanku itu tidak dapat kuketahui dalam waktu sekejap. Mungkin juga akan terjawab seiring dengan perjalanan waktu.

Ya, dan waktu terus berjalan. Harapan dan cita-cita pun terkadang dapat berubah seiring terjawabnya setiap pertanyaan. Tapi akan ada juga keyakinan yang mejadikan cita-cita dan harapan adalah hal mutlak yang harus diraih. Dan jika ini dikaitkan dengan cita-citaku untuk berada pada comfort zone yang mampu mendatangkan manfaat dan menghindari comfort zone yang mematikan, maka aku kan selalu berharap, bahwa keyakinanku untuk selalu berjuang si dunia dan berharap pertemuan di syurga dengan-Nya lah, yang akan menjadi benteng konsistensi cita-citaku, untuk berada pada comfort zone yang terbaik.

Copyright © 2008 - Goresan Waktu - is proudly powered by Blogger
Blogger Template