Pada Praktiknya...

Aku fikir, di alam dunia yang selalu berputar ini, setiap orang hidup dengan posisi dan predikatnya masing-masing. Predikat yang disandangnya sangat dipengaruhi oleh penghargaan dan pengakuan yang telah diperolehnya dari individu lain.

Ada manusia yang dihargai karena usianya, ada juga yang karena hartanya, ada yang karena posisi atau jabatannya, bahkan juga ada yang karena ilmu dan pengetahuannya.

Tentang semua hal yang mempengaruhi penghargaan seorang manusia dengan manusia lainnya di atas, sudut pemikiranku mengatakan bahwa usia adalah anugerah yang diberikan Allah SWT yang dengannya manusia harus lebih pandai bersyukur dengan semakin bertambahnya usia. Harta adalah sesuatu yang sebenarnya merupakan titipan Allah SWT yang di dalamnya bisa jadi merupakan ujian yang terlihat menyenangkan. Posisi atau jabatan? Hmm.. Suatu hal sudah pasti tidak akan kekal.

Kalaulah setiap orang menghargai orang lain karena kesemuanya itu, lalu bagaimana halnya ketika, suatu masa, keadaan berbalik? Semuanya berubah. Yang dihargai karena usianya yang lebih tua (senior), jangankan memempertahankan gelar seniornya, mencegah copotnya giginya pun sudah tidak bisa. Yang dihargai karena hartanya, padahal saat itu sudah bangkrut. Apakah orang akan tetap menghargainya? Ketika semua predikatnya itu terlepas seketika?

Sedihnya, aku harus bilang bahwa mereka akan ditinggalkan. Ya, terhapus orang lain yang mampu menyandang predikat yang mereka banggakan sebelumnya itu.

Dan untuk orang yang dihargai karena ilmunya, hmm.. aku yakin mereka tidak akan pernah meredup, apa pun yang akan menimpa mereka. Karena ilmu yang bermanfaat, akan selalu berguna, dan tidak akan pernah lekang oleh masa. Lihat saja mereka yang hidup dan dihargai karena ilmunya. Merekalah yang hidup sepanjang masa, meski jasadnya tidak lagi bernyawa. Mereka yang hidup di benak setiap orang yang menghargainya.

Jadi, kalau aku sekarang adalah seorang senior dan bangga atas usiaku yang lebih tua, maka aku seharusnya malu dengan Juniorku, karena aku hanya bangga pada sesuatu yang sewaktu-waktu bisa dicabut oleh Allah SWT. Kalau aku adalah seorang hartawan, aku pasti tidak akan sempat memikirkan pujian dan sanjungan orang lain karena bisa jadi aku pusing tujuh keliling karena aku harus menjaga hartaku, takut-takut ada yang berniat jahat kepadaku. Kalau aku seorang pejabat, aku perlu khawatir, karena bisa jadi sudah ada waiting-list yang panjang untuk orang-orang yang bersiap menggantikan aku. Dan kalau aku seorang dengan segudang ilmu pengetahuan? Ah, pasti aku sudah menjadi orang dengan segunung kebajikan.

Nyatanya, aku hanyalah seorang pencatat (dan bukan seorang penulis terkenal) yang bisa, namun tidak terbiasa menulis kejadian yang mempengaruhi perasaan hati.

Copyright © 2008 - Goresan Waktu - is proudly powered by Blogger
Blogger Template